• Home
  • About
  • Contact
Tumblr Instagram Twitter

 joanlucky

Putra pertama kami lahir dengan selamat pada hari Senin di penghujung bulan Juni tahun 2020. Pukul delapan lewat sepuluh menit, melalui persalinan spontan, dia lahir ke dunia. Anak yang menjadikanku seorang ibu ini kami beri nama Adipati Manendra. Adipati yang berarti pemimpin dan Manendra yang berarti lelaki yang paling cerdas. Kami berdoa agar kelak Manendra bisa menjadi seorang pemimpin yang cerdas. Kalaupun nantinya dia tidak menjadi pemimpin bagi banyak orang, kami berharap dia bisa memimpin dirinya sendiri agar dapat menjadi pribadi yang bahagia dan bermanfaat, aaamiiinn.


Sedari dalam kandungan, Manendra tidak pernah sekalipun merepotkan kami, begitu juga ketika dia menyapa dunia. Puji syukur kehadiran Allah SWT semuanya berjalan dengan begitu lancar dan cepat. Tanda-tanda jelang melahirkan sudah terlihat sejak hari Minggu. Aku baru saja menerima paket yang ternyata adalah hadiah dari sahabat-sahabat SMP ketika keluar flek darah. Berhubung aku sudah membekali diri dengan banyak membaca seputar tanda-tanda persalinan, aku tidak buru-buru menghubungi Caesar yang baru saja sampai kantor. Kulanjutkan aktivitas beberesku seperti biasa. Aku sempat mengirim WhatsApp kepada temanku yang adalah seorang bidan, memastikan kembali bahwa sebaiknya aku pergi ke provider persalinan setelah kontraksinya rutin, bukan ketika keluar flek. Dia mengamini pernyataanku dan menekankan jika hanya keluar flek tapi tidak disertai kontraksi maka tidak apa-apa untuk menunggu hingga kontraksinya terjadi secara rutin. Siangnya sekitar pukul 12 lagi-lagi keluar flek darah. Kali ini disertai kontraksi palsu.  Akhirnya aku mengabari Caesar yang langsung menelepon dan menawarkan diri untuk pulang saat itu juga. Berhubung aku belum merasakan kontraksi yang teratur, aku masih yakin bahwa pada saat itu belum saatnya pergi ke provider persalinan. Lagi pula tas yang akan dibawa ke rumah sakit pun sudah siap sejak 3 minggu sebelumnya jadi sama sekali tidak ada rasa terburu-buru.

Kontraksi palsu mulai terasa lebih sering muncul di malam hari. Sejak sore aku sudah mengunduh aplikasi Contraction Timer & Counter untuk menghitung kontraksi dan memantau jarak antar kontraksi serta durasinya. Dari aplikasi tersebut akan keluar notifikasi kapan baiknya pengguna berangkat ke provider persalinan berdasarkan data kontraksi yang dimasukkan. Aku terbangun pukul 1 dini hari akibat kontraksi yang makin intens dengan jarak waktu yang mulai lebih pendek. Aku memutuskan untuk menonton episode 4 It's Okay to Not Be Okay yang baru keluar malam itu sambil mencatat kontraksi yg ku rasakan. Selama sekitar satu jam menonton, kontraksi mulai timbul secara rutin, tiap 15 menit sekali. Setelah tuntas menonton satu episode, kubangunkan Caesar cause it's time! Dia sempat bilang mau solat subuh dulu sebelum akhirnya menanyakan waktu padaku. Masih jam 2 mau solat subuh apa? wkwk.

Pukul setengah 3 dini hari kami berangkat ke rumah sakit. Tidak sampai setengah jam kami sudah tiba di rumah sakit dan langsung menuju IGD. Nakes yang bertugas meminta kami menunggu bidan jaga pada malam itu dan  memberikan kami informasi terkait peraturan dan persyaratan untuk melahirkan di RS tersebut di tengah pandemi. Sambil menunggu bidan datang, aku melakukan pengambilan darah untuk rapid tes. Bidan datang dan melakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui pembukaanku. Ternyata sudah pembukaan 3. Hasil rapid keluar, aku dinyatakan negatif lalu segera diantar ke ruang bersalin.

Setibanya di ruang bersalin, bidan jaga mulai mempersiapkan infus dan peralatan lain yang akan dipasang ketika persalinan akan segera berlangsung. Caesar meminta izin untuk pulang dan mengambil beberapa perlengkapan yang tertinggal dan berjanji akan segera kembali secepatnya. Kontraksi pun makin terasa lebih "nikmat" dari waktu ke waktu. Waktu terasa berjalan begitu lambat, amat lambat, rasanya sudah berjam-jam sejak Caesar pamit pulang. Aku hanya bisa meremas selimut sambil berusaha mengatur napas sebisaku ketika kontraksi datang dan berharap suamiku segera datang. Tidak sampai satu jam Caesar kembali. Aku merasa begitu lega meskipun rasa sakit dari kontraksi terasa bertambah berkali lipat. Tiap kontraksi datang aku hanya bisa meremas tangan Caesar sekencang-kencangnya dan dia hanya bisa pasrah sambil menguatkanku, mengingatkanku untuk mengatur napas sambil mengelus punggungku. Ketika kontraksi sedang mereda baru dia mengibaskan tangannya dan memberitahuku betapa kencangnya aku meremas tangannya wkwk. Akhirnya aku ganti meremas jaket tapi saking kencangnya kadang sampai mencekik lehernya hahaha. Sorry not sorry, Sayang. Pukul lima pagi bidan mengecek keadaanku, memberitahu bahwa dokter sudah diinfokan mengenai kondisiku dan pemeriksaan dalam akan dilakukan lagi pukul tujuh. Aku berusaha tidur sebisaku meskipun tiap kali kontraksi datang pasti aku terbangun lagi.

Pukul tujuh lewat sepuluh menit dilakukan pengecekan dalam. Ternyata sudah pembukaan delapan. Dokter sudah dalam perjalanan, bidan pun segera memasang infus dan mempersiapkan peralatan untuk bersalin. Bidan yang lain mengingatkanku untuk tidak mengejan dahulu sebelum bukaan lengkap. Sekitar setengah jam kemudian, di tengah erangan kesakitanku, aku memberi tahu bidan kalau aku sudah tidak sanggup lagi untuk menahan mengejan. Bidan segera memeriksa, ternyata pembukaan sudah lengkap. Dua bidan menghampiriku untuk membantu persalinan, aku pun dipersilakan untuk mulai mengejan. Dua kali mengejan ternyata teknik mengejanku masih salah.  Dengan sigap bidan mengajariku untuk mengejan dengan baik dan benar sambil memecahkan ketubanku. Caesar mengingatkanku untuk tetap membuka mata saat mengejan sambil sesekali menengok kondisi bayi yang katanya sudah kelihatan kepalanya (yang mana aku ketahui belakangan kalo dia cuma ngarang biar aku cepet-cepet pffftttt). Aku bisa mendengar ketika bidan jaga memberitahu rekannya untuk menggunting perineumku karena kondisinya kurang elastis. Jujur aku merasakannya ketika perineumku digunting tapi seingatku aku tidak merasakan sakitnya. Mungkin karena sudah terlalu fokus dengan mengejan. Para bidan dan suamiku terus memberi semangat, "Iya Bu, gitu Bu, pinter nih ibunya nih. Ayo, Bu, itu kepalanya sudah kelihatan lho". Caesar menambahkan "Iyo yang, ayo dikit lagi, itu lho kepalanya bayinya udah keliatan. Kasian bayinya. Ayo." yang aku sempat balas dengan ngomel karena aku perlu mengambil napas. Setelah sekitar empat kali mengejan dengan baik dan benar sesuai arahan ibu bidan, lahirlah putra pertama kami disertai tangisan pertamanya. Rasanya plong, lega banget banget kontraksinya ilang karena anaknya udah mbrojol.

Segera bidan membersihkan anakku dan mempersilakan Caesar adzan di telinganya sebelum meletakkannya di atasku untuk proses IMD (Inisiasi Menyusui Dini). Dokter kandunganku datang  setelah anakku lahir. Sambil bersiap-siap, dokter sempat berseloroh berkata "Wah, buru-buru amat ini hari ini udah keluar. Tadi malem abis nonton yang serem-serem apa, Bu, kok udah lahir aja." Memang aku sudah memiliki janji dengan dokter untuk kontrol keesokan harinya di hari Selasa karena HPL-nya masih seminggu lagi, tapi anaknya udah pengen keluar ya gimana lagi kan ya hahaha. Sambil memeluk dan memperhatikan Manendra, dokter mulai melakukan jahitan pasca melahirkan. Dokter memberitahuku bahwa beliau menyuntikkan anastesi lokal sebelum melakukan penjahitan, tapi meskipun sudah dibius aku tetap bisa merasakannya ketika perineumku dijahit sehingga aku berkali-kali bergerak. Sampai-sampai dokternya bilang padaku untuk fokus ke anak yang ada di dekapanku biar nggak terlalu merasakan jahitannya. Ketika aku bertanya pada bidan yang menjadi asisten dokter mengenai berapa banyak jahitanku, bidan hanya berkata "Udah, Bu, nggak usah ditanya. Banyak pokoknya." Bhaique...


Begitulah sepenggal kisah kelahiran Manendra. Awalnya kami memang sudah jauh-jauh hari berencana untuk melahirkan di Jogja, tetapi karena pandemi rencana tersebut tentu saja gagal terwujud. Meskipun, pada akhirnya aku sangat bersyukur karena aku bisa melahirkan dengan didampingi oleh suami. Kalau aku melahirkan di Jogja, belum tentu Caesar bisa nemenin. Asli, berhari-hari setelah melahirkan, rasa-rasanya aku lebih sayang sama suamiku daripada sama anakku (kalo sekarang udah pasti anak yang nomer satu sih haha). Nyampe pengen nangis ngeliat gimana dia nyiapin semua-muanya dan ngurusin ini-itu. Padahal kalo sekarang dilihat-lihat lagi, ya emang wajar sih semua yang dia lakuin itu, secara aku dalam keadaan yang tidak memungkinkan buat ngapa-ngapain sendiri. Ya kan? wkwk. But still, I'm so grateful for him. To be able to share this magnificent experience with him was a blessing.




Manendra, terima kasih sudah menjadikan kami orang tua. Terima kasih sudah menjadi anak yang sangat pangerten, yang sejak lahir seolah sudah memahami kondisi orang tuanya dan menjadi anak yang sangat menyenangkan. Ibu dan Bapak sayang sekali sama Manendra.


Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Genap satu tahun lebih satu bulan menjalani peran sebagai seorang istri. Apakah menyenangkan? Well, lebih banyak menyenangkannya kok, meskipun mustahil bisa senantiasa menyenangkan sepanjang waktu. Apakah mudah? It’s so so so much easier to live alone, I swear. Having different background, education and values make it impossible to have zero problems with your spouse. Pasti ada berantemnya, pasti ada diem-dieman-nya, pasti ada nggak enaknya. Ya ternyata memang begitulah kehidupan pernikahan. But it’s fun and it’s less lonely.

Having someone to share everything with could be overwhelming at times but it could also feels great. Communication, that’s the key. Tanpa komunikasi bagaimana kalian bisa saling memahami satu sama lain? Meskipun hanya komunikasi aja juga masih kurang sih, tetep harus dibumbui dengan kesabaran, pengertian dan banyak hal lainnya, tapi komunikasi tetep jadi kunci pertamanya.

Aku tipe orang yang lebih suka diam dan tidak mengutarakan ketidaksukaan atau kejengkelanku sampai perasaan itu pergi sendiri. Seringnya sih diam lalu berurai air mata saking gak bisanya melampiaskan emosi secara verbal. Since I was in college, I felt that I was always by myself so I didn’t have to explain myself or express my feelings to other people. I just kept it for myself until the feelings were gone. It became a habit which makes communicating my feelings is one of the hardest thing that I’ve ever have to do. And in a relationship, this kind of attitude sucks. Both for me and my spouse. Di sisi lain, Caesar adalah tipe orang yang blak-blakan kalo bicara, mampu dengan cukup mudah mengutarakan perasaannya dan males ribet. Pada awalnya tentu ini menjadi salah satu pemicu pertengkaran di antara kami. Tetapi seiring berjalannya waktu, kami semakin mengenal satu sama lain dan tentunya berusaha mengatasi hal ini. Lebih tepatnya Caesar sih yang lebih banyak mengalah dan membimbing aku buat belajar mengutarakan apa yang aku rasakan kalau lagi emosi. Now it’s not just me but it’s us so there are adjustments that need to be made. We’re still working on this but it’s getting better.

Overall, meskipun bagiku dan Caesar menikah itu menyenangkan tapi kami sama sekali tidak merekomendasikan kalian untuk menikah kalau kalian belum selesai dengan diri kalian sendiri. Marriage needs a lot of work, man, and it’s something that you’re willing to do. You’re volunteering to be a part of someone’s life, in good and in bad. Kalau kalian belum selesai dengan diri kalian sendiri, jangan anggap dengan menikah semua itu akan selesai dengan sendirinya. Puas-puasin deh menyendiri dulu. Take chances, take a master degree, go travelling, meet new people, try to understand yourself better, try something you want to try but too afraid to do. Kalo kalian udah yakin kalian udah bisa berdamai dengan diri kalian sendiri, sudah puas dengan pencapaian-pencapaian yang kalian dapat sekarang dan udah ada calonnya(!), baru mulai pikirkan tentang pernikahan. Pikirin dulu, diskusi sama calon pasangan jangan asal langsung main nikah aja hahaha. Ada sangat banyak hal yang perlu didiskusikan dan diselaraskan sebelum menikah, jadi nggak usah tergesa-gesa. Take your time. You’ll have the rest of your life together once you’re married so don’t rush it.



Share
Tweet
Pin
Share
1 comments

It's been too long since I wrote my last post, which is in 2017, wow. Tons of things are happening in the span of 2 years but I was too weary to write them down. There were some moments in that 2 years where I felt so desolate I didn't want to do anything productive other than watching movies or series after work. Life seemed so monotonous and I felt so far away from my favourite people. It was tough. It was lonely. Until one day, a stranger came into my life and it wasn't that lonely anymore.

Long story short, the highlight of that 2 years is: I got married.
Well, I was at the age where everyone around my age are getting married and questions about when will I follow their steps to get into marriage life is like a regular snack.  However, at some point at that time, I was no longer worry about getting married. There would only be two options: to get married or not to get married. It's actually that simple. Whatever will be, will be. 
But then, Caesar came into my life, knocked at my door. He tried to get close to met but I pushed him away. He still looked like some boy who's not ready to settle down while I was tired of bullshit about romance.
Until one day I attended a relatives' wedding in Bali and Mum told me that I should start thinking about getting married lol. I told her that there is this boy who is trying to get close to me but he was not my type and I thought that he's too immature for me. Not to my surprise, Mum said that I should give it a try. There's nothing wrong in opening up to someone who is interested in us. As a woman, it's better to be loved than chasing after love, she said. Well, she's got her point.

Four months after that I'm getting engaged to Caesar and seven months after the engagement we got married.

The funny part is I recorded Caesar in my phone long before I even knew him! Coincidence?
So on July 2017 I was out with Jodi and we passed a parade of elephant near the zoo in my hometown. I automatically take my phone out and recorded the parade as we passed. A year later, when I was preparing for the engagement, I just realized that Caesar was with the elephant parade and I got him recorded on my phone. It's funny how such a coincidence could occur to myself.

Now it's been six months since our wedding and I'm happy I listened to my Mum back then.

Share
Tweet
Pin
Share
1 comments
Drupadi merupakan salah satu film yang sudah ingin aku tonton sejak film ini awal dirilis pada tahun 2008. Tetapi karena ternyata Drupadi hanya diputar untuk kalangan terbatas dan aku nggak pernah mendapatkan kesempatan buat menonton film ini, aku cuma bisa menunggu sampai entah kapan. Dan setelah 9 tahun menunggu, penantianku pun akhirnya berakhir pada hari Sabtu (18/02), ketika Drupadi menjadi salah satu film yang diputar pada program bulan Februari di Kineforum.

http://milesfilms.net/drupadi/
pic from google

Dulunya aku tertarik buat nonton film ini cuma karena film ini dibintangi oleh Dian Sastro dan Nicholas Saputra. Tapi setelah mencari informasi lebih lanjut tentang film ini, aku jadi tambah pengen buat nonton karena cerita dan line-up-nya yang menjanjikan. Apalagi Miles Film bekerjasama dengan Yayasan Bagong Kussudiardja. Udah kebayang dong film bertema budaya yang diproduksi sama orang-orang yang ahli di bidangnya.

Mengadaptasi salah satu episode epos Mahabharata klasik dari India, Drupadi menceritakan kisah Drupadi yang merupakan istri dari Pandawa. Perlu digarisbawahi kalau kisah Drupadi dalam pewayangan Jawa berbeda dengan versi India. Di pewayangan Jawa, Drupadi merupakan istri Yudhistira.

pic from google

Drupadi yang terlahir dari rahim agni menjadi istri Pandawa setelah Arjuna memenangkan sayembara memanah yang diadakan untuk menemukan pendamping hidup Drupadi. Meskipun ini merupakan sebuah sayembara, Drupadi sebenarnya turut ambil bagian dalam kemenangan Arjuna yang telah membuatnya jatuh hati. Drupadi menolak Karna yang mengikuti sayembara tersebut dengan alasan Karna adalah anak seorang kusir hingga Arjuna pun akhirnya berhasil memenangkan sayembara tersebut setelah berhasil memanah bunga teratai di atas kolam dan membuat kelopaknya terbagi menjadi lima. Drupadi yang hanya mencintai Arjuna ini pun akhirnya harus memenuhi janji Dewi Kunti dimana apapun yang dimiliki oleh seorang Pandawa adalah milik keempat Pandawa lainnya.

pic from google

Drupadi pun memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri untuk kelima suaminya dengan baik sampai datang undangan dari keluarga Kurawa untuk bermain dadu. Drupadi dan keempat Pandawa berusaha meyakinkan Yudhistira bahwa mereka cukup memenuhi undangan Duryudana tanpa harus bermain dadu tetapi Yudhistira memutuskan untuk memenuhi undangan untuk bermain dadu.

pic from google

Pada akhirnya Yudhistira menjadikan Drupadi sebagai taruhan setelah ia mengalami kekalahan yang beruntun dari Kurawa dalam permainan dadu hingga tidak memiliki apa-apa lagi untuk dipertaruhkan. Tidak negaranya, tidak saudara-saudaranya, tidak pula dirinya sendiri. Yudhistira pun lagi-lagi kalah dan Drupadi diseret layaknya seekor kuda oleh Dursasana. Drupadi berteriak dan memberontak. Ia mempertanyakan keberadaan kelima suami dan para tetua yang hanya terdiam ketika ia diperlakukan dengan biadab oleh Kurawa. Ia juga mempertanyakan apakah Yudhistira yang bahkan sudah tidak memiliki hak atas dirinya sendiri masih bisa menjadikan istrinya sebagai taruhan. Ia pun menangis memohon pertolongan kepada Kresna dan keajaiban terjadi. Kain yang membalut tubuh Drupadi terus terulur tak ada habisnya ketika ditarik oleh Dursasana hingga ia dan para Kurawa kelelahan.

pic from google

Drupadi berhasil menjaga kesuciannya dan ia pun berjanji untuk tidak mengikat rambutnya sampai ia bisa mencuci rambutnya dengan darah Dursasana. Pada akhir film ditampilkan pertempuran berdarah antara Pandawa dan Kurawa selama 18 hari.

* * *

Is it worth the wait?
Absolutely.

Karakter Drupadi sendiri adalah karakter yang menarik buat aku. Drupadi adalah sesosok perempuan yang cantik, pintar, dan berbakti kepada suami(-suami)nya. Mungkin memang terdengar biasa saja dan sama seperti tokoh-tokoh protagonis perempuan pada umumnya. Tetapi ada yang perlu diperhatikan di sini. Pada jaman dimana perempuan dijadikan barang taruhan dan diperlakukan tidak lebih dari sebuah benda, Drupadi berani menyuarakan penolakannya pada Kurawa dan bahkan mengutuk suami-suaminya serta para tetua yang tidak melakukan apapun ketika dia dihina sedemikian rupa. Bahkan pada akhirnya, ia mampu membalaskan dendamnya kepada Dursasana.

Dari segi directing, cinematography, costume design dan styling, serta musik, tidak ada yang mengecewakan. Riri Riza dan Gunnar Nimpuno sebagai sutradara dan penata kamera mampu berkolaborasi secara apik untuk meneritakan kisah Drupadi dengan apik dan membawa penonton untuk ikut merasakan kepahitan yang dialami Drupadi. Penataan musik gamelan yang megah oleh Djaduk Ferianto menambah keindahan film ini. Tidak ketinggalan costume design dan styling yang diemban oleh Chitra Subijakto memperkuat kesan terhadap film ini. Secara keseluruhan kombinasi para ahli dalam tim ini menyajikan sebuah film yang kental dengan budaya dan keindahan dan membawa pesan yang mengajak para perempuan untuk berpikir cerdas dan berani memperjuangkan hak-haknya.

Hanya satu hal yang kurang dari film ini: durasinya yang hanya 40 menit. Menurut artikel yang aku baca, sebenarnya Drupadi ini akan dibuat lanjutannya. Tetapi sayangnya, karena film ini mengangkat isu yang sensitif sehingga menuai banyak kontroversi, tim produksi akhirnya memilih untuk memutarkan film ini bagi kalangan terbatas saja.

Jujur memang tidak banyak film-film produksi dalam negeri yang aku tonton. Aku memandang sebelah mata film-film tersebut karena kualitasnya yang sering mengecewakan. Selain itu tidak mudah untuk menonton film-film dalam negeri yang berkualitas (sebut saja Drupadi ini). Tapi setelah melihat Drupadi, aku jadi makin teryakinkan kalau sebenarnya kita mampu kok untuk membuat film-film yang berkualitas. Baik dari konten cerita maupun 'penampilannya'. Semoga akan lebih banyak lagi film-film Indonesia berkualitas yang mengajak penonotonnya untuk berpikir cerdas seperti Drupadi ini.


Share
Tweet
Pin
Share
No comments
I never watched a concert, but when I do, I watch Coldplay :p

 I was among those 60,000 lucky people who got to experience the magic of Coldplay's A Head Full of Dreams concert in Singapore on March 31st, 2017! I've been in love with Coldplay since I first heard Yellow years ago, so it was kinda surreal for me to be able to watch them live in concert and ticked off one of the top things to do in my bucket list. Coldplay's concerts are undoubtedly among the best, if not the best, concert on earth particularly for me who has never seen a "real" concert before.

I believe that the beginning of this unforgettable experience was just as dramatic as everyone else's. Purchasing the tix for the concert was a bloody battle. I failed at my attempts to buy the tix, both at the first and the additional sale, that I left it to my fate. If I was meant to watch it, I knew I would. Miraculously, my friend, Icha, got the tixs for us to watch AHFOD!

Long story short, after waiting for four months we finally made it to our first ever Coldplay's concert! The concert was actually started at 8 p.m but because Icha believed that we might not get the Xyloband if we didn't come there early enough, we came to Singapore National Stadium around 11 a.m. We later found out that that was not true. The Xyloband was limited means that one person could only get one. Well, we were just too excited for the concert, you know. As we predicted we were not the only ones who came early. Some of the Standing Pen ticket holders were already queuing since it was opened at 11 a.m. The people who held seated tickets like us were either strolling around, admiring the remarkable Singapore National Stadium or queuing for the concert's merchandise.

   

 Around 2.00 p.m, a familiar voice could be heard from inside the venue. Chris Martin was doing a soundcheck. Everybody was thrilled: some people were screaming and I was feeling as if I could cry for directly hearing Chris Martin's voice for the 'first time'. Well, he didn't sound any different tho... but the euphoria of being at the same venue with him and going to watch him perform was just overwhelming.

At 6.00 p.m. sharp, the gate was open. We scanned our tickets, took the Xyloband and the Love Button, and went to our seats. The standing section looked more chaotic. Everybody ran as fast as they could to get the best spot in front of the stage. I was choked as I enter the venue as it was my very first time being in such a big stadium for a big concert. The view from my seat was straight to the front of the stage (before the crowds haha). After getting to my seat I still calmly observed my surroundings, went to the toilet and bought myself a drink.

 

Exactly at 8.00 p.m. O Mio Babbino Caro was played as a sign that the concert was about to start. Then the light were suddenly turned off. It was dark. Everybody screamed out of excitement. The screens were turned on then showed an opening video followed by a countdown. The screams were getting louder as the Xyloband flared up in red, turning the stadium into a red ocean. It got a bit quiet down as Charlie Chaplin's speech was being played... until the intro of A Head Full of Dreams kicked in. And the concert was started. 

 

 As the concert began, I was in a state of disbelief that I was watching Coldplay. Then right when Yellow was played that it hit me 'I AM WATCHING COLDPLAY LIVE IN CONCERT!' The Xyloband turned yellow, the lighting on the stage  radiated yellow light and everybody was pouring their hearts out while sang along, including me. 

 

 The rest of the concert was  m a g i c. The laser was breath-taking, the sound system was excellent, the Xyloband was vibrant, and the performance was solid. In addition, they used extensive laser light and pyrotechnic visuals, fire, fog and fireworks on stage, and threw colorful confetti and balloon to the crowd.
 
 
 

They presented 23 songs non-stop with many engaging improvisation like when they used Tiesto remix for the outro of Paradise, or when they performed Birds with Oceans excerpted in the intro, or when Army of One was excerpted into Clocks' intro then followed by Midnight, and many more (you can read the setlist here). Will and Jonny were on lead vocals performing Don't Panic as Chris "took a break". They played their new song in this ocassion. It was the first time for Coldplay to play Something Just like This in their concert. Even though I like The Chainsmokers, I think it sounded better then when they played it together with The Chainsmokers tho.

  

 There were too much feelings to handle in one moment. I was moved, delighted, overjoyed, in disbelief, in an awe and I could also feel the energy, the excitement, and the happiness from the crowd as well as the love from fans to Coldplay, and vice versa. Coldplay didn't only give an epic performance. It was as if they wanted to show their gratitude and 'pay' us for being there. It worth every penny to be in the middle of this amazing crowd.
 
The concert was (and will) Always in My Mind as I had A Head Full of Dreams for months, waiting for this concert. And when I finally experienced it, it was Magic, it was an Amazing Day. Indeed, I was lucky to be able to be a part in this concert. Thank you Coldplay! A round of applause for Chris, Jonny, Guy, Will, and the team who made this marvelous concert happen. Thank you!

 




P.S. It's been two weeks after the concert and I still cannot move on. So this is what Post-Concert Syndrome feels like, eh?
God, I do sincerely wish that I would have more chances to watch them again. Please let them have a concert in Indonesia. Amen. 


Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
Older Posts

Hello!

About Me


Hello and welcome! I'm Joan. A social introvert who has enormous curiosity about the world. This is a space where I share bits of my experiences in this world. Enjoy!

Follow Me

  • Instagram
  • Twitter
  • Tumblr

recent posts

Blog Archive

  • ▼  2021 (1)
    • ▼  June (1)
      • Kelahiran Manendra
  • ►  2020 (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2019 (1)
    • ►  October (1)
  • ►  2017 (2)
    • ►  April (2)
  • ►  2015 (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2014 (10)
    • ►  December (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2013 (11)
    • ►  December (2)
    • ►  October (3)
    • ►  September (1)
    • ►  April (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (3)

Member of


Blogger Perempuan
Twitter Instagram Tumblr

Created with by ThemeXpose