• Home
  • About
  • Contact
Tumblr Instagram Twitter

 joanlucky

Setelah bulan lalu baru bisa melihat kemegahan Sindoro dari puncak Sikunir, weekend kemarin akhirnya bisa nyampe Sindoro!
nb: It's gonna be a looong post~


Yup, ini pengalaman pertamaku naik gunung. Dan sebelum berangkat, pas aku cerita sama anak-anak wzg kalo aku mau naik gunung, mereka pesimistis aku bakalan kuat. Secara ya, fisik aku emang nggak sekuat hati aku *eh, dan aku juga sama sekali nggak ada persiapan fisik karena ini ajakannya ndadak. Aku baru confirm ikut ke Sindoro hari Selasa padahal perginya hari Jumat.

Dalam dua hari kesana-kemari nyari pinjeman jaket, sleeping bag, dan belanja buat keperluan di gunung.
Tibalah hari Jumat yang dinanti-nanti. Beberapa jam sebelum berngkat ke Temanggung, sempet browsing-browsing seputar pendakian ke Sindoro dan malah jadi mbleret karena katanya track Sindoro itu itungannya bukan buat pemula. Tapi setelah buka sesi surhat gitu dan diyakinkan kalo besok jalannya bakalan pelan-pelan aja, berangkatlah daku ke Sindoro.

Berangkat dari Jogja abis Isya, kita nyampe di basecamp jam 1 pagi dan setelah menyelesaikan administrasi (tiap orang bayar Rp. 10.000,-) kita langsung tidur. Rombongan kita ada 10 orang: aku, Difara, Aham, Pakdhe, Mas Yudha, Mas Owo', Mas Luhung, Ady, Mas Yudith, sama Mbak Veni. Dan lima nama yang aku sebut belakangan itu temennya Mas Yuhda dan baru aku kenal di perjalanan.

Basecamp Pendakian Sindoro
Subuh kita bangun terus lanjut siap-siap buat naik, dan jam 7 pagi kita mulai perjalanan.
Ady, Mas Luhung, Mas Yudith, Mbak Veni, Difara, Aku, Aham, Pakdhe, Mas Owo', Mas Yuhda.

Ngelewatin pemukiman penduduk dulu

Lanjut ngelewatin ladang

Gak boleh kalah sama ibu-ibu
Masuk ke hutan
Daaan, setelah tujuh jam pendakian dengan track yang begitu menantang. Dengan dikit-dikit berhenti buat istirahat. Dan dengan kesabaran ekstra dari temen-temen yang mau nemenin aku jalan belakang sendiri. Sampailah kami di pos 3 yang merupakan pos buat camping.

 Begitu mulai siap-siap mendirikan tenda, ada mas-mas yang bilang ke kita kalo kita kudu ati-ati soalnya dia juga ngecamp di situ dan tendanya dimasukin babi hutan a.k.a celeng dan logistik mereka dimakan. Kita pun cuma bisa cengoh doang sambil iya-iya aja.

Setelah tiga tenda kokoh berdiri, kita msuk ke tenda masing-masing (1 tenda buat 5 cowok, 1 tenda buat 2 cowok, dan 1 tenda buat 3 cewek). Dan pas kita di tenda, hujan turun, saudara-saudara. Alhasil kita cuma bisa stay di dalem tenda nyampe hujan reda.

Hujan reda pas maghrib dan langsung nyiapin makanan buat makan malem. Sebagai cewek, pergi sama cowok-cowok dalam jumlah yang lebih banyak dan udah pada sering naik gunung itu asyik banget. Kita cukup membantu mereka menyiapkan semuanya dengan doa. Dari bikin tenda nyampe masalah makan

Cooking in the dark
Bagian super seru dimulai dari sini. Teror celeng dimulai. Celeng itu adalah hewan nocturnal dan mereka punya jalan sendiri, semacam jalan-jalan kecil yang mereka bikin buat mereka lewat. Dan setelah kita amati, ternyata tenda besar kita itu letaknya strategis banget. Strategis buat dilewatin celeng -__-
Sebagian dari para lelaki mencari kayu yg bisa dibakar (karena habis ujan itu susah banget nyari kayu kering) buat dibikin api unggun karena konon celeng takut api, sebagian yang lain mulai masak, kita para perempuan cuma berdiri deket-deket yang pada masak sambil ngeliatin doang.

Begitu makanan jadi, hujan turun lagi. Walhasil kita desek-desekan bersepuluh di dalem tenda buat enam orang, dan makan kembulan bersepuluh.
Di gunung semua makanan itu enak
Selesai makan hujan masih belum reda, jadi kita masih belom bisa balik ke tenda. Terus akhirnya kita cerita-cerita dan ngakak-ngakak. Biarpun baru kenal sehari tapi berasa udah kenal lama, and we did have a great time. Dari cerita-cerita gak mutu, ngomongin kebo kepater, nyampe mainan sobyong.

Begitu hujan reda kita langsung balik ke tenda masing-masing dan tidur. Paginya sekitar jam 4 kita udah dibangunin buat liat sunrise.
Before Sunrise
That magnificent moment
Here it comes!

Dari Sindoro ternyata kita bisa liat beberapa gunung sekaligus. Sebut aja Sumbing, Merapi, Merbabu, Ungaran, sama Andong. Kalo gak salah itung sih kayaknya ada tujuh, tapi aku lupa apa aja.
Tiga puncak sekaligus
Puas ngeliatin sunrise yang subhanallah banget, lanjut nyiapin sarapan.

Nasi, sayur asem, tempe-telor, tuna rica-rica, sama sosis
Rencana selanjutnya adalah pendakian ke puncak. Tapi aku karena aku sadar diri, aku memutuskan untuk jagain tenda dan carier aja di pos 3. Udah bisa nyampe pos 3-nya Sindoro di pendakian pertama dengan lancar aja aku udah bersyukur. Lagian kalo aku ikut takutnya malah ngrepotin yang lain. Untungnya mbak Veni ternyata juga berpikiran sama denganku jadi aku ada temennya. Dan mas Yudith juga tinggal buat jagain kita berdua, sedangkan tujuh yang lain pada naik.

Iri juga sih begitu liat hasil foto mereka pas di puncak.


Sekitar jam 1an mereka balik ke basecamp. Setelah makan, istirahat bentar dan beres-beres tenda, kita turun.

Perjalanan turun jauh lebih menyenangkan daripada naik hahaha. Seingetku aku berhenti buat duduk nggak ada sepuluh kali. Padahal pas naik? Jangan tanya. Dan perjalanan turun cukup ditempuh selama sekitar 2 jam aja (secara, aku sama Difara langsung naik ojek begitu ketemu bapak-bapak ojek kekeke~)

Penampakan Sumbing pas perjalanan turun

Pas udah mau nyampe pos 1, ngelewatin semacam padang yang full bunga gitu, dan dapet (semacam) bunga krisan (?) Dapet bunga liar di hutan itu jauh lebih romantis daripada dapet bunga mawar kekeke~

Bunga di Tepi Jalan Hutan

And that was it! We did such a really awesome journey!
Good time, great friends and an amazing journey. I'm soooo happy!
Dan benar adanya kalo naik gunung itu bikin nagih!
Tunggu post tentang keseloan saya selanjutnya ya kekeke~
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Beberapa yang lalu, ada yang posting tentang Epic Java di group SCRYN. Begitu liat trailernya, langsung ngiler pengen nonton. 

Epic Java (2013) Official Trailer

Dan akhirnya setelah agak hopeless menanti akan kepastian iya-tidak-nya film itu diputar di Jogja, ada kabar kalo Epic Java bakal screening di sini, Kamis, 10 Oktober 2013.
Nah, ternyata oh ternyata, dari pihak panitia cuma menyediakan 250 tiket aja dan dijual pas hari-H jam 11.00. Untungnya temen aku mau berbaik hati ngantriin tiket, dan berhasil mendapatkan tiket yang dalam 20 menit sold out itu (padahal satu orang maksimal cuma boleh beli 4).

harga tiketnya IDR 20.000

Dengan membuang jauh-jauh perasaan bersalah karena harusnya malem itu aku belajar buat kuis Australian Literature paginya, aku nonton screening Epic Java. And I didn't regret it!

Di screening kemarin itu, selain ada pemutaran Epic Java, penonton juga dikasih liat video the Making of Epic Java sama The Journey of Epic Java. Ada diskusi film-nya juga dan kita bisa berinteraksi sama Febian Nurrahman Saktinegara (director, cinematographer, editor), Galih Mulya Nugraha (screenwriter), dan Denny Novandi Ryan (music composer, sound designer), who are the men behind Epic Java. Selain mereka, pembicaranya ada Marzuki Mohammad (Kill the Dj Jogja Hiphop Foundation), dan Rizky Sasono (Risky Summerbee) yang ikut ngasih masukan ke team Epic Java.


Mereka cerita banyak-banyak seputar pembuatan film Epic Java yang hanya berdurasi 30 menit tapi membutuhkan waktu satu tahun untuk pengerjaannya. Filmnya sendiri dibagi kedalam tiga bagian: Surya, Priangan, dan Sakral.

Epic Java - Surya Teaser 
Surya berpusat di Jawa bagian timur dan menceritakan tentang 'lahirnya' pulau Jawa. Di bagian pertama penonton dimanjakan dengan kegersangan yang indah dari banyak spot di Jawa Timur, sebut aja Baluran, Kawah Ijen, Bromo, Pantai Klayar.


Epic Java - Sakral Teaser
Sakral mengambil lokasi di Jawa bagian tengah. Kekayaan candi-candi di Jawa Tengah diekspos dan dibalut dengan spiritualitas masyarakat Jawa. Di bagian ini bisa dilihat keindahan Candi Borobudur, Candi Prambanan, Candi Arjuna, Sri Gethuk, Taman Sari dan spot-spot lain.

Epic Java - Priangan Teaser
Bagian ketiga, Priangan, mencakup wilayah Jawa bagian barat. Di bagian ketiga ini yang lebih diekspos adalah keindahan Jawa yang dipadukan dengan kehidupan modern.

Overall, meskipun masih banyak kekurangan, film Epic Java ini bisa dibilang keren abis. Selama 30 menit beneran dibikin terkagum-kagum dengan potongan-potongan keindahan Jawa yang (kalo kata Jebraw & Naya) mind-blowing dan breath-taking.

Dan film ini juga bikin pengen mengeksplor Jawa lebih dalem. Pengen dengerin deburan ombak di Pantai Klayar, pengen ngeliat hamparan bintang di Garut, pengen berenang di Green Canyon, pokoknya pengen menjelajah keindahan alam Jawa!

By the way, dengan 20.000 itu, penonton dapet teh kotak, kaos plus tas kanvas dari teh kotak, sticker Epic Java, dan postcard. And you know what, aku dapet postcard Candi Arjuna yg di Dieng. Padahal kemarin abis dari sana. Coincidence? 

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Weekend kemarin akhirnya sukses mengeksekusi rencana liburan, bukan sekedar rencana yang berujung wacana. Yes!


Trip ke Dieng ini diakomodir oleh Bangun yang merupakan native Wonosobo. Jadi kita nggak perlu ngeluarin duit buat tempat nginep sama makan. Tujuan utamanya adalah liat sunrise di Sikunir, Dieng.

Kita berlima (Aku, Difara, Aham, Keriting, Bangun) berangkat dari Jogja jam 5 sore naik motor, jam 7 kita berhenti sebentar di Salaman buat makan sama sholat, dan nyampe di Wonosobo jam 9 malem. Nyampe rumah Bangun ngobrol-ngobrol dulu, melakukan kebodohan, haha-hihi, terus tidur.

Jam 2 pagi kita bangun dan siap-siap buat ke Sikunir. Jam 3 berangkat dan jam 4 nyampe di Sikunir. Hal yang paling menyenangkan dari perjalanan pagi buta itu adalah langitnya! Sepanjang jalan menuju Dieng, langit bertabur bintang, dan jalan yang nggak ada lampunya itu nggak gelap gulita karena diterangi oleh sinar bulan. Keren! Sayangnya nggak sempat ngefoto langit soalnya kita berasa membeku di jalan dan ogah rempong berhenti dulu buat ngeluarin kamera.

Setelah menghalau halangan dan rintangan buat menuju puncak Sikunir, kita sampai pos 1 dengan sukses dan disambut dengan semburat warna merah di ufuk timur.
That moment when mataharinya mulai naik itu subhanallah bagusnya. Bentuknya semacam sunset gitu, bulet dan merah, tapi ini terbit, bukan tenggelam.
Sebelum mataharinya terbit, dinginnya menggigit banget. Nyampe tangan pun rasanya membeku. Tapi begitu mataharinya terbit, berjemur di bawah sinar matahari rasanya enak bangeeet. Dinginnya perlahan meleleh.


Setelah puas nangkring di pos 1, kita lanjut ke pos 2 which is cuma 10 menit dari pos 1. Dan di pos 2,
pemandangannya lebih wow lagi.
Bisa liat Gunung Sindoro, dan Dieng dari atas.

Terus sambil jalan turun bisa liat Telaga Cebong yang ada di bawah Sikunir.


Pas udah mau nyampe parkiran, kita nemu pelangi di petak perkebunan yg lagi disiramin gitu

Sampe di parkiran motor, kita mampir ngopi bentar di warung. Ada beberapa lapak warung di sana dan nyediain snack gitu, tapi nggak recommended.
Dan tetep nyempetin buat jalan ke Telaga Cebong


Setelah puas memanjakan mata dengan pemandangan yang uwow banget, destinasi selanjutnya candi. Kita ke Candi Arjuna yang biasanya dipake buat ritual potong rambut anak gimbal. Katanya sih sering dipake foto prewed gitu juga.



 Jam 10 kita balik ke Wonosobo buat istirahat karena sorenya kita berencana jalan-jalan di Wonosobo. Berasa anak gaul Wonosobo gitu deh. Tapi tujuan utama jalan-jalan sore kita adalah... Mie Ongklok!

Sorenya Wonosobo agak mendung, gerimis malah. Dan setelah muterin alun-alun nyampe 3x karena bingung mau ke warung mie ongklok yang mana, sampai lah kita ke mie ongklok yang pernah didatengin Pak Bondan. Aku lupa tapi nama warungnya.
Seriusan ini mie ongkloknya enaaak bangeeetttt! Nyampe abis selese makan tu rasanya bahagia gitu. Dingin-dingin, makan mie ongklok panas plus sate ayam yang nggak kalah uenak.. foodgasm!

Abis makan nyari tempat buat nongkrong duduk-duduk dan dituntunlah kita ke cafe gitu. Ternyata saudara-saudara, di Wonosobo itu harga makanan bersahabat banget sama kantong. Harga secangkir cokelat panas di cafe (yang aku lupa namanya itu) cuma Rp. 6000,- kalo cafe di Jogja? Duit segitu cuma dapet es teh rasa buah.
Oh iya, karena Wonosobo itu ada di daerah yang tinggi, jadi jalannya banyak jembatan gitu dan jadi bisa liat pemandangan. Kalo pagi bisa liat pemandangan dan kalo malem bisa liat kota bermandikan cahaya lampu. Nggak perlu jauh-jauh ke Bukit Bintang macem di Jogja kalo cuma mau liat 'bintang'.

Jadi, ini sepenggal cerita dari Dieng. Tunggu cerita-cerita selanjutnya ya :D
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Hello!

About Me


Hello and welcome! I'm Joan. A social introvert who has enormous curiosity about the world. This is a space where I share bits of my experiences in this world. Enjoy!

Follow Me

  • Instagram
  • Twitter
  • Tumblr

recent posts

Blog Archive

  • ►  2021 (1)
    • ►  June (1)
  • ►  2020 (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2019 (1)
    • ►  October (1)
  • ►  2017 (2)
    • ►  April (2)
  • ►  2015 (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2014 (10)
    • ►  December (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ▼  2013 (11)
    • ►  December (2)
    • ▼  October (3)
      • Camping Ceria: Sindoro
      • Film Screening: Epic Java
      • Sikunir, Dieng, dan Wonosobo
    • ►  September (1)
    • ►  April (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (3)

Member of


Blogger Perempuan
Twitter Instagram Tumblr

Created with by ThemeXpose