• Home
  • About
  • Contact
Tumblr Instagram Twitter

 joanlucky

Udah pernah denger tentang Cukang Taneuh a.k.a Green Canyon Pangandaran? Kalau kata wikipedia, tempat ini adalah ngarai yang terbentuk dari erosi tanah akibat aliran sungai Cijulang selama jutaan tahun yang menembus gua dengan stalakmit yang mempesona serta diapit oleh dua bukit dengan bebatuan dan rimbunnya pepohonan. Bisa bayangin betapa epiknya tempat ini? Super epikkk! Ditambah lagi dengan warna air sungainya yang ijo gitu dan tetesan air dari akar. Amazing lah pokoknya. 

pic taken from google
Nah, tempat inilah yang menjadi tujuan utama perjalanan kami dua minggu yang lalu. Selain menyuguhkan pemandangan yang super duper keren, Green Canyon juga menawarkan kegiatan yang memacu adrenalin kamu: body rafting. Kalo rafting kan mengarungi sungai pake perahu karet gitu, nah kalo body rafting ya tanpa perahu karet. Kamu menavigasikan badan kamu buat ngikutin arus sungai. Bayangin betapa menantangnya kegiatan satu ini!

Kami berangkat dari Pangandaran sekitar jam 9.00. Cuma ada satu jalan dari Pangandaran menuju Green Canyon, dan itupun nggak semuanya diaspal, sisanya masih tanah bergelombang yang bikin goyang-goyang gitu. Kami pun tiba di meeting point sekitar jam 10.00 dan langsung cus nyari mas Aa' Ridwan dari Guha Bau.



Setelah administrasi beres dan kami udah pake life-jacket, helmet, dan sendal gunung yang disediain dari tim Guha Bau, perjalanan pun dimulai. Butuh 30 menit naik pick-up melewati perkebunan kelapa dan hutan  buat nyampe di basecamp, yang dilanjutkan dengan berjalan kaki turun menuju ke starting point. 




Dengan kaki yang masih gemeteran dan keringat yang mulai bercucuran abis jalan turun lumayan jauh, kami dihadapkan dengan tantangan pertama: loncat dari batu dan nyebur ke sungai! Berhubung ini baru lompatan yang pertama, udah pasti deg-degan gitu. Dan pas terjun, yang bikin takut adalah perasaan kok nggak nyebur-nyebur ke air. Selama beberapa detik kamu di udara, harap-harap cemas menanti kapan kamu nyemplung ke air, dan itu bener-bener thrilling!


Setelah sukses nyebur ke air, tantangan selanjutnya adalah mengarungi jeram sungai Cijulang. Berhubung ini musim hujan, arus sungainya lumayan kuat. Dan lagi-lagi, berhubung baru pertama kali mengarungi jeram, perasaan cemas, takut, dan khawatir pasti ada. Untungnya aa'-aa' guide-nya dengan sabar mendampingi kami. Eksekusi yang pertama selalu jadi yang terberat, ditandai dengan kesuksesanku menghirup air lewat hidung dan nggak ketinggalan menelan beberapa liter air. But it was funnn!


Setelah ngerasa berjam-jam di air, akhirnya kami istirahat di warung paling hipster yang pernah aku liat. Warungnya ada di pinggir sungai. Literally dipinggir sungai. Di sini dijual macem-macem minuman gitu, dari kopi, sus, teh, energen, dan popmie. Pokoknya pas banget buat perut keroncongan dan badan yang dingin gemeteran abis main air.



Begitu selesai beristirahat, kami melanjutkan petualangan kami. Balik masuk air lagi, lompat dari batu-batu tinggi lagi, mengarungi jeram lagi pokoknya gitu terus sampe kenyang. Nggak cuma itu aja sih, kami juga manjat batu-batu karang(?) yang tinggi, curam, dan (terlihat) licin. Bener-bener memacu adrenalin.



Trust me, it is better in real than in this pic

Airnya jatuh dari akar-akar pohon yang ada di atas batuan
Nggak cuma berenang tapi juga manjat batu-batu
Foto paling bagus
Loncatan yang paling berkesan buat aku adalah loncatan terakhir pas kami harus loncat dari Batu Payung. Aku rasa itu batu yang paling tinggi dan yang paling menantang. Banyak mas-mas yang nggak berani buat loncat dari Batu Payung, tapi aku dengan pede-nya langsung loncat begitu dikasih aba-aba sama guide. Bukan karena sok berani atau gimana, tapi kan sayang. Udah jauh-jauh nyampe Green Canyon masa nggak sekalian dicobain semua tantangannya? So I jumped.

Di loncatan yang terakhir inilah aku nyemplung terlalu dalem dan berada di dalam air lumayan lama. Kata temen-temen yang lain, aku nggak keluar-keluar haha. Akunya juga ngerasa sih, begitu nyebur masuk ke air, badanku nggak naik-naik. Aku bisa ngerasain oksigen di paru-paruku mulai habis dan dengan agak panik berusaha berenang ke atas. Setelah beberapa detik yang terasa seperti beberapa menit di dalem air, akhirnya aku bisa menghirup oksigen lagi dan ngerasa lega banget. It was sick! 

Me jumped off from Batu Payung. It's pretty high actually
Totalnya kami menyusuri sungai Cijulang sejauh +/- 3km selama 3 jam! In addition, berhubung kami nggak sabar nungguin perahu yang jemput kita di ujung Green Canyon, akhirnya kami memutuskan buat berenang nyampe ke dermaga(?), semacam tempat transit sekaligus peristirahatan terakhir sebelum balik ke basecamp gitu. Sejauh yang aku inget sih cuma kelompok kami doang yang berenang nyampe sana. Di sepanjang sungai menjuju ke sana, kami ketemu sama perahu-perahu yang ngebawa pengunjung yang tour make perahu. Dengan tatapan penasaran dan (mungkin) envy, mereka mengamati kami yang terapung di sungai.

Too bad pemandangan di sekitarnya nggak kefoto hiksss
Something purple
Asli bakalan laper banget abis mainan air 3 jam

The thing that you need to know is that I learned a lot from my body rafting experience: I learned how to deal with myself. I learned how to manage my fear, to trust my instinct, and to believe that I am capable of anything. I just need a little extra courage and self confidence. And I also learned that we, human, will always need the help of others that we must help others.

I'm a certified body-rafter!
So, it was it! My super thrilling and challenging body rafting experience. Kalian kudu banget nyobain body rafting di Green Canyon! I dare you!

Tips & Info seputar body rafting:
- Rate: Rp. 200,000/org (facilities: makan siang, snack, sertifikat, pemandu 2 orang/paket, transport ke starting point, perahu jemputan, safety jacket, helmet, sendal gunung, dry bag) 
- Pilih waktu yang tepat buat body rafting, pas air sungainya warnanya hijau
- Pakai kacamata renang pas mengarungi jeram dan lompat ke sungai. Membantu banget buat ngurangin panik.
- Bawa GoPro atau minimal kamera anti air. Kemarin kami bawa DSLR dan si aa' kurang bisa mengoperasikan gitu, jadi hasil foto-fotonya cuma dikit. Tapi kami menghargai banget usaha si aa' yang mempertaruhkan nyawa buat ngefoto kita kok. Makasih aa'!



Kontak Guha Bau Body Rafting
Ridwan Sugesti | BBM: 327445fc | Phone: 0852 9411 7116 | 


Share
Tweet
Pin
Share
1 comments
Kemarin Sabtu aku dapet kesempatan buat ikutan Sekolah Berjalan yang diadain sama Komunitas Book for Mountain di SDN Purwodadi, Tepus, Gunung Kidul. Ngelewatin bukit, ladang, dan hutan, perjalanannya memakan waktu dua jam. And yes, dua jam di motor itu sukses bikin pantat tepos hahaha. Tapi semuanya terbayar begitu kami tiba di sana dan disambut oleh sorak-sorai sekitar 78 anak yang udah siap buat main.

Sebagai seorang pendatang baru yang baru sekali ini ikutan kegiatan semacam ini (dan nggak tau apa-apa), awalnya aku cuma diem aja sambil ngeliatin teman-teman lain yang udah lebih berpengalaman. Ada rasa agak kuatir juga sih pertamanya, soalnya belum pernah handle anak-anak sebanyak itu. And to be honest, I prefer toddlers to kids. So, at first, aku mengamati gimana cara teman-teman yang lain berinteraksi sama anak-anak, dan perlahan-lahan akhirnya aku bisa mengikuti ritme kegiatan ini. Mereka excited banget sama kegiatan-kegiatan yang udah disiapin, bahkan saking excited-nya sampe jadi susah diatur. Kids... hahaha. And it turns out that I did enjoy it. Kids could give as much fun as toddlers!







You guys should really try to do this kind of thing sometimes.
You have to experience by yourself how excited they are when they see you coming, the way they hold your hand tightly with their small fingers, how eager they are to tell you the things that they know and show you things they are good at, the way they pay attention to you, how their smile and laughter can make your day brighter and your heart feels warmer, and how they make you feel satisfied when you see they go home with the big smile on their faces.

Bahagia itu sederhana kok. Sesederhana melihat senyum penuh keceriaan merekah di wajah orang lain :)


Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Alhamdulillah, akhirnya bisa nyoret salah satu place(s) to visit in 2014 dari list: Gunung Prau.

Mungkin banyak yang belum tau tentang keberadaan Gunung Prau. Aku juga baru tau tentang Gunung Prau karena punya temen anak Wonosobo yang gencar banget mempromosikan kampung halamannya. Gunung Prau ini terletak di Dataran Tinggi Dieng, dan karena bentuknya yang memanjang, Gunung Prau secara administratif meliputi wilayah Kab. Banjarnegara, Kab. Wonosobo, Kab. Batang, dan Kab. Kendal. Dengan ketinggian 2.656 mdpl, Gunung Prau memang sedang jadi primadona di kalangan pendaki karena konon dengan ketinggian segitu, pemandangannya udah lengkap. Bisa liat sunrise, sunset, bukit teletubies, padang daisy, dan hamparan awan diantara tujuh gunung lain: Sindoro, Sumbing, Merapi, Merbabu, Lawu, Andong, dan Ungaran. Paket komplit lah yaaa.

Jalur pendakian Gunung Prau yang kami tempuh (taken from google)

Kami mendaki Gunung Prau Jumat, 11 April 2014. Rencana awal sih cuma berlima sama anak-anak kelas doang: aku, Difara, Aham, Pakdhe, sama Abe. Tapi, setelah ngajakin Mas Yuhda sama Mas Owok, yang ikut jadi 13 orang. Sebagian besar sih personil Camping Ceria di Sindoro kemarin. Nah, karena jumlahnya yang banyak, dan ternyata kesibukannya beda-beda, kelompok kami dibagi jadi dua kloter. Kloter pertama (aku, Difara, Aham, Pakdhe, Abe) berangkat dari Jogja pagi, dan kloter kedua (Mas Yuhda, Mas Owok, Mas Luhung, Mas Yudith, Mas Doni, Mas Gojin, Mas Juan, Mbak Windri, Retno) berangkat sore.

Sebelum berangkat kami sudah browsing mengenai pendakian Gunung Prau. Browsing seputar gunung yang akan didaki itu penting banget karena salah satu modal utama bagi pendaki adalah mengetahui medan. Nah, menurut informasi yang kami dapatkan, estimasi waktu pendakian dari basecamp Patak Banteng sampai ke camp area adalah tiga jam dan jalur yang dilewati cukup terjal, tanpa bonus. Iya, tanpa bonus.

Awalnya kloter pertama berencana berangkat dari Jogja jam 7.00, tapi akhirnya baru meninggalkan basecamp (baca: kos Aham) sekitar jam 10.00, gara-gara nungguin Pakdhe yang bangun kesiangan tapi tetep pengen hiking with style. Jam 11.00 kami mampir ke rumah makan andalan kami di Salaman, Rumah Makan Wisata Sekar Pajang. Setelah selesai makan, sholat, dan santai-santai, kami melanjutkan perjalanan menuju Dieng, Wonosobo dan tiba di basecamp pendakian Gunung Prau, Patak Banteng, sekitar pukul 15.00. Setibanya di sana aku, Difara, Difara sama Pakdhe langsung nyelonjorin kaki sementara Aham sama Abe ngurus administrasi dan ngobrol-ngobrol sama penjaganya. Peraturan pendakiannya sama kayak gunung-gunung lain, yang sedikit berbeda adalah kalo di Gunung Prau, di camp area, pendaki tidak disarankan membakar daging karena masih ada macan di kawasan hutannya. Iya, katanya ada macan tutul-nya gitu di hutan Gunung Prau. Tapi nggak perlu khawatir, mas penjaga basecamp bilang kalo macannya jarang keluar kok.

Pos Pendakian Gunung Prau
Jam menunjukkan waktu pukul 17.00 saat kami melangkahkan kaki keluar dari basecamp. Setelah briefing sebentar dan berdoa, kami mulai pendakian dengan melewati pemukiman dan ladang penduduk. Cuaca sudah mendung sejak kami tiba di basecamp dan kami sadar bahwa hujan pasti akan segera turun. Benar saja, baru setengah jam berjalan, hujan mulai turun dan kami terpaksa memakai mantel. Pendakian ini menjadi lebih menantang karena cuaca yang tidak kondusif dan hari yang semakin gelap. Jalur pendakian yang terjal dan menanjak pun bertambah licin karena hujan tak kunjung reda. Tempo perjalanan kami cukup lambat, mengingat fisikku yang memang tidak sekuat teman-teman yang lain, dan keterbatasan kami dalam melihat jalan.

Mendaki dalam gelap dan hanya diterangi cahaya redup dari head-lamp membuat kami tidak menemukan tanda penunjuk pos. Padahal ada dua pos sebelum camp-area. Semakin jauh ke atas, jalan yang kami tempuh semakin berlumpur, licin, dan udara menjadi semakin dingin. Difara bahkan sempat terpeleset dan nyaris terperosok kalau tidak ada Abe di belakangnya. Ternyata spot itu memang super licin. Kami berhenti beberapa saat di situ, memikirkan cara untuk bisa melewatinya. Setelah berhasil melewati tempat itu degan modal nekat karena udah nggak tahan dingin, kami melewati jalan setapak yang sempit, dimana kanannya adalah jurang, dan kirinya adalah tanah yang miring ke atas. Asli, pas lewat jalan itu aku takut banget. Udah gelap, Pakdhe sama Difara udah agak jauh di depan, Aham sama Abe di belakang, jalannya macam itu pula. Ngeri.  

Untungnya setelah berhasil melewati jalan super sempit itu, kami tiba di camp area. Dalam keadaan yang kedinginan dan baju basah nyampe ke dalem-dalemnya, kami berusaha mendirikan tenda. Err.... Sebenernya aku cuma bantu megangin senter doang sih, gara-gara saking dinginnya udah gak kuat mau bantuin hahaha. Setelah beberapa saat yang terasa begitu menyiksa, dua tenda berhasil didirikan. Buru-buru deh ganti baju. Itu bener-bener dingin yang paling dingin yang pernah aku rasain. Sekarang aku sepenuhnya paham makna kalimat 'dingin yang menusuk tulang'.


Begitu kelar ganti baju, kami masak mie buat makan malem dan langsung tidur. Sayangnya, di saat yang lain udah pada bisa merem, aku nggak bisa tidur gara-gara agak sesek karena kedinginan. Biarpun kita udah berhimpitan berlima di dalem tenda, masing-masing berbungkus sleeping-bag dan berlapiskan jaket dobel, dinginnya masih tetep kerasa. Tapi nggak beberapa lama kemudain, sekitar jam setengah tiga dini hari, rombogan kloter 2 sampai di camp area. Akhirnya aku malah keluar dan bantuin mereka bikin tenda. Bantu megangin senter maksudnya. Begitu tenda jadi, kami balik ke tenda masing-masing dan mencoba memejamkan mata karena sunrise baru keliatan sekitar jam 5.00. Lumayan, sempat tidur sekitar satu jam.

Berhubung langitnya berawan, sunrise-nyanggak keliatan. Cuma keliatan semburat orange di ufuk timur aja. Tapi itu nggak mengurangi keindahan Gunung Prau di pagi hari kok. Bahkan ternyata pemandangan dari camp area yang sebelumnya gelap gulita itu dikelilingi bukit teletubies yang hijau dan gunung-gunung lain yang menjulang dengan gagahnya. Definitely breathtaking!

Sebelum pagi

Seven summit, eh?



Trio kwek-kwek
Ini bukan endorse kok. Seriusan.








Kami menghabiskan pagi dengan senyum lebar, menyaksikan indahnya pemandangan dari atas Gunung Prau. Puas memanjakan mata, kami kembali ke camp. Beberapa balik tidur, yang lain duduk-duduk di depan tenda, ngobrol. Obrolan yang sehangat sinar mentari pagi itu dilanjutkan dengan main Uno. Permainan Uno yang ini beda, banyak peraturan diterapkan: kalau kartu 0 keluar kepemilikan kartu kudu diputar, udah gitu nggak boleh nyebut angka. Siapa yang keceplosan kudu ambil kartu sebanyak angka yang disebutin. It was sooo much funnn! Yang pada ngak ikutan main, pada nggangguin dan njebak pemain buat nyebut angka. Nggak ada habisnya kami ketawa-ketawa nyampe sakit perut gara-gara permainan ini. Pokoknya seru banget. 

Selesai sarapan kami packing dan bersiap buat turun. Kami memutuskan untuk mengambil jalur lain yang melewati Desa Dieng Kulon, mengingat jalur yang kami tepuh saat berangkat sangat terjal dan licin.


Cigarette is hikers' best-friend, they said 




It turned out that we made the right decision. Yeay! Jalur yang kami pilih ini melewati padang rumput dan bukit teletubies yang luas. Kami juga melihat pohon-pohon yang hangus karena tersambar petir. Meskipun akhirnya kami tetep kudu lewat jalan yang terjal, dan jalan yang diapit jurang di kedua sisinya, tapi jalur ini jauh lebih mending daripada jalur Patak Banteng. Katanya sih kalo naik Gunung Prau lewat jalur ini, waktu yang dibutuhkan sekitar enam jam. Oh iya, sempat liat ada Elang Jawa yang melintas di atas kami juga.




Sepertinya cuaca memang sedang tidak berpihak pada kami. Baru aja ngelewatin padang sabana, dan istirahat di atas bukit, hujan turun. Lagi. Alhasil dipake lagi deh itu mantel yang belum sepenuhnya kering. Jalan pun jadi tambah licin dan berlumpur. Beberapa dari kami terpeleset dan jatuh. Yang bikin gayeng, tiap ada yang jatuh, yang lain pasti bakal nyorakin dan teriak-teriak. Contohnya aja pas aku kepleset terus ndheprok, yang lain langsung teriak-teriak "Nang ning ning nang ning nung..." "Joan gapapa..." "Joan kuat..." "Joan cantik.." dsb. Mungkin sepertinya sepele, tapi entah gimana itu lebih bikin semangat dan menghibur daripada ditanyain "Kamu nggak papa kan?" dengan ekspresi serius. I just really enjoy go hiking with them.




 



Perjalanan turun yang biasanya membutuhkan separo waktu naik, kali ini memakan waktu tiga jam karena hujan. Setelah kembali melewati hamparan ladang penduduk dan mendapati banyak cacing menggeliat. Kami tiba di Desa Dieng Kulon pukul 14.30 dan segera mencari angkutan umum untuk menuju basecamp Patak Banteng. 

It was another super awesome and super funnn trip! Semoga masih dikasih kesempatan buat naik gunung lagi sama orang-orang super asik ini *sob


Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Hello!

About Me


Hello and welcome! I'm Joan. A social introvert who has enormous curiosity about the world. This is a space where I share bits of my experiences in this world. Enjoy!

Follow Me

  • Instagram
  • Twitter
  • Tumblr

recent posts

Blog Archive

  • ►  2021 (1)
    • ►  June (1)
  • ►  2020 (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2019 (1)
    • ►  October (1)
  • ►  2017 (2)
    • ►  April (2)
  • ►  2015 (1)
    • ►  January (1)
  • ▼  2014 (10)
    • ▼  December (1)
      • Mengarungi Arus Liar di Green Canyon
    • ►  June (1)
      • Share and Smile
    • ►  April (1)
      • Camping Ceria: Gunung Prau
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2013 (11)
    • ►  December (2)
    • ►  October (3)
    • ►  September (1)
    • ►  April (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (3)

Member of


Blogger Perempuan
Twitter Instagram Tumblr

Created with by ThemeXpose